MENGGALI AKAR KEILMUWAN HADIS YANG TRANSFORMATIF LIBERATIF
Ilyas Husti
Abstract
Hadis sebagai perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan hal ihwal Nabi Muhammad SAW, yang kini terhimpun dalam berbagai kitab hadis, merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Pada masa Nabi SAW, periwayatan hadis lebih banyak berlangsung secara lisan ketimbang tulisan. Hal itu memang logis karena apa yang disebut sebagai hadis Nabi tidak selalu terjadi di hadapan sahabat Nabi yang pandai menulis, di samping itu jumlah sahabat yang pandai menulis relatif tidak banyak. Ide penulisan hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan Khalifah Umar ibn al-Khattab ( w.23 H/644 M). Ide itu tidak dilaksanakan Umar karena khawatir, umat Islam terganggu perhatian mereka dalam mempelajari al-Qur’an. Kebijaksanaan Umar ini dapat dimengerti, karena pada masanya daerah kekuasaan Islam semakin meluas dan hal itu membawa akibat jumlah orang yang baru memeluk Islam makin bertambah banyak. Kepala negara yang secara resmi memerintahkan penghimpunan hadis Nabi ialah Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz ( w. 101 H/720 M). Perintah ini antara lain ditujukan kepada Abu Bakr ibn Muhammad ibn ‘Ammar ibn Hazm (w. 117 H/ 735 M), gubernur Madinah, dan Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri ( w. 124 H/ 742 M), seorang ulama di Hijaz dan Syam.