Abu ‘Ali Al-Farisi dan Pemikirannya Tentang Seni Rupa Tiga Dimensi dalam Kitab Al-Hujjah

Abstract

Most Muslim communities in Indonesia consider three-dimensional fine art (sculptures) with living, animate objects to be something that is agreed to be haram by the ulama. Moreover, some hadiths textually criticize artists. The haram fatwas against the activity of making statues then spread massively on the internet and social media. However, the claim that the ulama agree that statues are forbidden is not entirely true, because in Islamic literature there are some ulama who allow statues, one of whom is Abu 'Ali al-Farisi in his work al-Hujjah. This article examines Abu 'Ali Al-Farisi's thoughts about statues in his monumental work entitled al-Hujjah. Studying the thoughts of Abu 'Ali al-Farisi is important because he was a classical scholar whose life span was close to the Salaf ulama phase, where he lived during the period 288–377 H. This study of Al-Farisi's thoughts can at least provide an alternative discourse regarding statues. The data analysis methods used in this article are content analysis and descriptive-analytical. Content analysis was carried out by examining the opinion of Abu 'Ali al-Farisi in his book al-Hujjah regarding statues. Meanwhile, descriptive-analytical analysis is carried out by describing and analyzing the verses and hadiths that talk about statues by referring to the opinion of Abu 'Ali al-Farisi in his book al-Hujjah. Abu 'Ali al-Farisi has a different view from most scholars regarding sculptures. According to him, the hadiths that prohibit and threaten artists with the most severe punishment on the Day of Judgment are artists who draw pictures of Allah SWT. in the form of a mass of creatures. He also considers these hadiths to be Ahad hadiths, which do not reach the level of certainty, so they cannot invalidate the power of three-dimensional works of art contained in the Al-Qur’an.

Keywords : Abu 'Ali al-Farisi; Fine Arts; Al-Hujjah

Seni rupa tiga dimensi (patung) dengan objek makhluk hidup bernyawa oleh kebanyakan masyarakat muslim di Indonesia dianggap sebagai sesuatu yang disepakati keharamannya oleh para ulama. Apalagi kemudian ada hadis-hadis yang memang secara tekstual mengecam para perupa. Fatwa-fatwa haram terhadap aktivitas membuat patung kemudian secara masif menyebar di internet dan media sosial. Padahal klaim kesepakatan para ulama yang mengharamkan patung tidak sepenuhnya benar, karena dalam literatur-literatur keislaman terdapat beberapa ulama yang membolehkan patung, salah satunya adalah Abu ‘Ali al-Farisi dalam karyanya al-Hujjah. Artikel ini menelaah pemikiran Abu ‘Ali Al-Farisi tentang patung dalam karya monumentalnya yang berjudul al-Hujjah. Telaah pemikiran Abu ‘Ali al-Farisi ini penting, karena ia adalah ulama klasik yang kurun hidupnya mendekati fase ulama Salaf, dimana ia hidup pada rentan waktu 288-377 H. Telaah pemikiran Al-Farisi ini setidaknya dapat menjadi wacana alternatif berkaitan dengan patung. Metode analisis data yang digunakan dalam artikel ini adalah content analysis dan deskriptif-analitis. Content analysis dilakukan dengan cara menelaah pendapat Abu ‘Ali al-Farisi dalam kitabnya al-Hujjah yang berkaitan dengan patung. Sedangkan deskriptif-analitis dilakukan dengan mendeskripsikan dan menganalisis ayat-ayat maupun hadis-hadis yang berbicara tentang patung dengan merujuk pada pendapat Abu ‘Ali al-Farisi dalam kitabnya al-Hujjah. Abu ‘Ali al-Farisi mempunyai pandangan yang berbeda dengan kebanyakan ulama perihal karya seni patung. Menurutnya hadis-hadis yang yang melarang dan mengancam para perupa dengan siksa yang paling berat pada hari kiamat adalah para perupa yang menggambar Allah Swt. dengan bentuk makhluk yang berjisim. Ia juga menilai hadis-hadis tersebut sebagai hadis Ahad yang derajatnya tidak sampai pada derajat yakin, sehingga tidak dapat menggugurkan kebolehan karya seni tiga dimensi yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Kata Kunci : Abu ‘Ali al-Farisi; Seni Rupa; al-Hujjah